Tentang Seorang Teman (2)..

*H-14

Rinduinya. Kami terakhir bertemu sekitar 3 minggu lalu. Saat itu, hati ini yakin bahwa itu adalah pertemuan terakhir kami sebelum ramadhan. Pertemuan terakhir kami, tepatnya, sebelum ku berangkat studi ke Malaysia. Ku awali pertemuan dengan tangisan karena sebuah masalah padanya. Ku datangi tempat tinggalnya dan tumpahlah segalanya di sana. Diam dan senyumnya membuatku merasa lebih baik. Dan memang, Ia mengerti bahwa sikap terbijaknya saat itu adalah diam, menjadi pendengar. Setelah derasnya air mata ini membasahi jilbab biru tua hingga bajuku, ia bicara. Beberapa menit kemudian, ku masih menangis, namun dengan sebab berbeda. Tangisku, karenanya.

Air mata ini masih membasahi jilbabku saat ku mulai menanyakan tentang keadaannya, kuliahnya, usahanya, dan rencananya saat liburan dan ramadhan. Hal yang membuatku serasa sulit menerima adalah, ia dalam dua hari lagi akan ke tempat sanak saudaranya, bukan di kampungnya, tapi di sebuah kota besar yang jauh dari sini. Pesawat pun tidak ada yang langsung dari sini ke kota itu. Aku resah, namun tidak ku tampakkan. Aku berusaha menyembunyikan kesedihan ini dengan tidak banyak menatapnya. Aku tahan air mata yang akan menumpahkan kesedihanku tentangnya. Aku menyesal mengapa tidak menghubunginya untuk menanyakan tentang rencananya ini jauh-jauh hari sebelumnya agar aku bisa bersamanya terus selama beberapa hari. Cepat ku simpulkan kalau saat itu adalah pertemuan terakhirku dengannya dalam beberapa bulan bahkan mungkin tahun mendatang. Sungguh, hati ini sangat sedih membayangkan akan berpisah lama dengannya. Aku tak tahu apa yang dipikirkan dan dirasakannya tentang ini. Satu hal yang pasti, kami saling menyayangi karena Allah.

Kami menyudahi pembicaraan dengan sholat zuhur berjamaah. Aku harus segera pulang dan ia harus ke kampus lagi. Aku sempat menolak saat ia ingin mengantarku ke simpang untuk naik angkot. Kami berpisah dengan menyepakati bahwa ia akan menginap malam ini di rumahku. Masih ada malam ini, pikirku.

Allah kembali mempertemukan kami. Sudah selesai aku sholat maghrib, baru terdengar pagar dibuka. Aku mengajaknya masuk dan mempersiapkan makan malam. Kami bercerita semakin banyak hingga makin malam. Ia menceritakan impiannya, rencana terdekatnya, dan  masalahnya. Suka duka, kami berbagi.

Pagi yang cerah walau hati ini mendung. Sarapan, cerita, nonton berita, lihat-lihat buku, bersama. Menjelang siang, ia bersiap pulang. Ntah apa yang ku rasakan. Aku antarkan Ia ke simpang, tempat naik bis. Jabatan tangannya erat, senyumnya menggambarkan jiwanya yang kuat. Kami berpisah, dan aku tak mau berbalik badan menatapnya.

Saudariku, maafkan aku belum bisa dengan baik memberikan hakmu sebagai saudaraku.

Saudariku, maafkan karena banyaknya kesalahanku, sikap, perkataan, dan perbuatanku

Saudariku, uhibbuki fillaah..

One thought on “Tentang Seorang Teman (2)..

Leave a comment